Kemunculan dan perkembangan lembaga keuangan mikro syariah (IMFIs) di Indonesia tidak terlepas dari dinamika sosial-politik yang lebih luas. Kemunculan dan perkembangan IMFIs di Indonesia merupakan hasil dari interaksi gerakan-gerakan Islam dengan kekuatan-kekuatan politik di Indonesia.
Demikian kesimpulan utama yang disampaikan oleh Dr. Wuri Handayani bersama Prof. Dr. Roszaini Haniffa dari Heriot-Watt University, Skotlandia dan Prof. Dr. Mohammad Hudaib dari University of Glasgow, Skotlandia dalam makalah mereka yang berjudul “A Bourdieusian perspective in exploring the emergence and evolution of the field of Islamic microfinance in Indonesia”. Makalah ini telah dipublikasikan secara resmi dalam Journal of Islamic Accounting and Business Research, vol. 9(4), halaman 482-497.
Dr. Wuri Handayani yang merupakan salah satu pengajar tetap pada Minat Perekonomian Islam dan Industi Halal, Program Studi S2 dan S3 Agama dan Lintas Budaya, Sekolah Pascasarjana UGM, melihat dari perspektif Bourdieusian dan mengadopsi metode penelitian historis dalam analisisnya. Berbeda dengan peneliti-peneliti sebelumnya yang melihat kemunculan dan perkembangan IMFIs sebagai sesuatu yang bersifat statis, ia bersama dua rekan penulisnya menganalisis kemunculan dan perkembangan IMFIs sebagai sebuah proses dinamis. Yaitu, sebuah proses evolusi kelembagaan dalam konteks lingkungan yang lebih luas.
Secara sederhana, kemunculan dan perkembangan IMFIs terjadi dalam empat periode. Pertama, periode di bawah kolonialisme Belanda. Pada periode ini mulai muncul gagasan tentang perlunya mengembangkan lembaga keuangan yang sesuai dengan nilai Islam, tetapi ide tersebut kemudian tenggelam. Kedua, periode 1980-1990. Pada periode ini konsep IMFI mulai muncul kembali dan mulai dilaksanakan. Ketiga, periode 1990-2000. Pada periode ini, banyak IMFIs bermunculan dan mulai berkembang pesat. Keempat, periode pasca 2000, di mana IMFIs hadir sebagai suatu bentuk mobilisasi kolektif.